POTRET LEMBAGA PEMBERITAAN TELEVISI


Mencermati Kehadiran Liputan 6 Petang:
UPAYA MEMPERTAJAM KEINGINTAHUAN PEMIRSA

BELUM lagi Undang-undang penyiaran yang salah satu poinnya mengaktualisasikan keberadaan stasiun televisi sebagai produsen news program disahkan para wakil rakyat kita di DPR, kita dihadapkan suguhan program informasi terbaru dari layar SCTV. Kalau tadinya, Liputan 6 selaku brand atau katakanlah nama lain Divisi Pemberitaan-nya stasiun yang bermarkas di Surabaya ini sekadar menyajikan program mingguan: Wakil Kita, Derap Hukum, juga Lintas, maka sejak 20 Mei lalu, resmi sudah menayangkan program harian bertajuk Liputan 6 Petang secara periodik setiap pukul 18.30-19.00.

Lepas dari soal ada tidaknya relevansi kehadiran Liputan 6 Petang dengan keberadaan UU penyiaran tersebut, adakah sesuatu yang berbeda dari program yang dipositioningkan "aktual, tajam, dan terpercaya" ini dibandingkan program informasi lain yang lebih dulu ada? Dengan kata lain, apa yang bisa diunggulkan dari program ini dalam menerobos belantara persaingan antarstasiun swasta yang sekarang berjumlah lima tersebut? Lebih khusus lagi, per program dari masing-masing stasiun?

Bicara soal program informasi, tentu tak terwakili bila tak mengedepankan Seputar Indonesia yang menayangkan saban hari dilayar RCTI. Sejak Seputar Jakarta -- nama awal Seputar Indonesia – meraih sukses dalam peraihan popularitas, sejak itu terasa betapa informasi yang dikemas berbeda dari siaran beritanya TVRI, memiliki nilai lebih di mata pemirsa. Perhatikan TV Rating versi SRI atau polling yang pernah dilakukan RCTI yang mendudukannya sebagai program terpopuler disamping Layar Emas.

Karena bukan rahasia lagi, selama siaran televisi masih tunggal dilakukan TVRI – yang praktis tak memiliki saingan – hanya program Dunia dalam Berita yang mendapat tempat. Sementara program itu sendiri, yang bisa dikatakan relai para raksasa industri informasi dunia, sekadar menampung berita mancanegara. Sementara konsumsi berita nasional, masih menjadi porsi program Berita Malam atau siaran berita sebelumnya.

Padahal, sebagian dari kita begitu gemas, betapa kandungan informasi yang disampaikan masih bersifat seromonial atau softnews saja. Tanpa mengedepankan topik-topik hangat lain dan disajikan lebih berimbang. Sehingga, timbul tendensi yang menyebut program itu sebagai siaran gunting pita saja.

DI SINILAH, bagaimana Seputar Indonesia yang tampil lebih dinamis, topik yang lebih menggigit, dan dikemas dengan angle yang lebih variatif, langsung mendapat applaus. Sukses ini yang mengantar Seputar Indonesia memiliki "saudara-saudara" lain semacam Buletin Pagi, Buletin Siang, Buletin Malam, juga program berbahasa Inggris Indonesia This Week, termasuk Sekilas Info. Seiring dengan penambahan rubrik tersebut, PT Sindo selaku produsen, memiliki banyak kemasan dalam menjajakan program informasinya, dan tentu saja dengan segala kekhasannya.

Televisi Pendidikan Indonesia, meski program Selamat Pagi Indonesia telah menayang sejak stasiun ini berdiri, tampaknya belum terlihat lonjakan yang drastis. Artinya, kita belum melihat terobosan lain dibandingkan Seputar Indonesia, misalnya. Begitupun dengan Lintas Sore, yang juga turut meramaikan pangsa pemberitaan ini. baik format maupun bidikan topiknya, tampak belum menggugah keingintahuan pemirsa kita.

Berbeda dengan ANTEVE meski kehadiran Halo Indonesia belum sepenuhnya mendapat tempat. Sajian Cakrawala denga bidikan informasinya yang lebih ke kriminalitas, tampak tampil cukup beda. Kalau pun ada sindiran sebagai "Pos Kota-nya audio visual", kita harus mengakui Cakrawala cukup berhasil dalam peralihan jumlah pemirsa. Menurut saya sukses ini bukanlah penempatan jam tayangnya yang lebih awal dibandingkan Seputar Indonesia atau sekarang Liputan 6 Petang, tapi topik kriminal sendiri memiliki gereget yang tinggi dikalangan pemirsa menengah ke bawah.

Menyinggung tayangan Lensa Olahraga-nya, kita harus mengacungkan jempol pada keberanian pengelola stasiun milik Bakrie Grup ini dalam menyajikan program informasi. Bukan karena format penayangannya, tapi lihat bagaimana gagasan menghariankannya paket informasi olahraga ini. Di media cetak pun kita belum mendapati harian olahraga. Pujian pun perlu kita berikan pada konstanitas Aktualita yang menayang per satu jam, seperti Sekilas Info-nya RCTI.

Tentang Indosiar, stasiun televisi swasta paling bungsu, tampaknya masih berbenah ke arah penambahan jam tayangnya. Setelah itu, paket informasi Horison yang isinya cukup menggigit, mungkin segera dibuat harian. Rumor yang terdengar, ada proses penggodokan ke arah itu.

Bagaimana dengan Liputan 6 Petang sendiri?

Setelah mengamati selama sebulan penayangan Liputan 6 Petang, pada intinya ada perbedaan format penayangan dibandingkan program informasi lain. Misal saja, kehadiran tamu spesial untuk diajak berdialog seputar permasalahan aktual di tengah kita. Khususnya mengambil tema “ipoleksosbud”. Tamu yang diundang pun bukan sembarangan, dari level pakar hingga tingkat mentri telah diundang ke studio di Gedung IWI tersebut.

Dialog pun bukan cuma ada di studio, bahkan bisa di kota lain. Sebut saja, bagaimana Gubernur Jatim Basofi Sudirman, Gubernur Sumut Raja Inal Siregar, dan beberapa tokoh penting di Bandung dan Semarang, termasuk para tokoh PDI yang berkongres PDI di Medan, turut di-tele conference oleh Riza Primadi, anchor Liputan 6 Petang.

Meski menghadirkan tamu di studio bukanlah ide anyar dalam program pemberitaan – kita bisa melihat pada Buletin Siang atau Buletin Malam-nya RCTI yang juga menghadirkan tamu – kita bisa melihat nilai lebih di Liputan 6 Petang. Karena, kehadiran tamu dengan kapasitasnya yang masih aktual,menjadi dimensi sendiri untuk menambah “tajam” kandungan berita yang sebelumnya disiarkan dalam durasi satu menit saja.

KEDALAMAN apa yang bisa didapat dengan pemberitaan berdurasi 60 sampai 90 detik di layar televisi? Belum lagi, kalau kita membidik sisi asas keseimbangan pemberitaan yang kerap dicurigai pemirsa kritis kita, Liputan 6 Petang pun tak luput dari tuduhan miring ke pihak tertentu tersebut. Namun, berbeda dengan program informasi lain, Liputan 6 Petang justru mencoba mengatasi kemiringan tersebut dengan berdialog secara kritis dengan pihak yang dianggap diuntungkan Liputan 6 Petang tersebut.

Satu contoh kasus, bagaimana saat kemelut pra dan paskakongres PDI di Medan, Liputan 6 Petang pun mengalami kesulitan mendapatkan narasumber dari kubu Megawati yang terlanjur curiga pada pers. Nah, Liputan 6 Petang justru mengundang kubu kontra Mega, semacam Soerjadi, Fatimah Achmad, dan sejumlah pakar politik netral lainnya, untuk melihat sisi keseimbangan tersebut. Sedikitnya, lewat pertanyaan kritis Riza Primadi, terjawab keingintahuan pemirsa lebih dalam tentang seluruh manuver politik tokoh-tokoh tersebut. Seolah ada asumsi, Liputan 6 Petang menjawab kebutuhan pemberitaan yang berimbang ini dengan mencari tahu motif sebenarnya di balik setiap pemberitaan.

Lebih jauh dari itu, kalau menilik sistem tele conference via satelit tersebut, betapa hambatan ruang kian dipersempit oleh teknologi. Pengedepanan iptek inilah barangkali terobosan yang sangat perlu dilakukan Liputan 6 Petang, untuk mengantisipasi para pendahulunya. Meskipun haris diakui, hal itu harus menelan production cost yang sangat tinggi. Hal yang justru dihindari stasiun lain.

Tapi biar bagaimana pun, barangkali inilah terobosan penting yang dilakukan Liputan 6 Petang dalam upaya mempertajam keingintahuan pemirsa kita. Karena, bermain-main dengan sejumlah informasi aktual yang hanya dipaketkan masing-masing per 60 detik saja, masih membuat pemirsa kita merasa dahaga. Informasi yang terus bergolak setiap hari jadi begitu hambar, meski telah diaudiovisualkan. Lantaran kedalaman materi dan keseimbangannya belum bisa dipercaya.

Kekhawatiran akan sikap apatis inilah yang sebenarnya menjadi tantangan pengelola program informasi di televisi. Bukan cuma Liputan 6 Petang. Mata kamera itu terlalu sedikit menangkap berbagai makna suatu peristiwa. Karena daya jelajah lensa itu sendiri yang terbatas dan ketatnya pengaturan durasi lewat VTR editing. Maka bagaimana selanjutnya Liputan 6 Petang? Apakah sisi dialog dan pengedepanan teknologi tetap menjadi andalan praihan pangsa kita yang mulai kritis ini? Adakah upaya mendalamkan suatu informasi lewat daya jelajah lensa kamera yang diselaraskan dengan fakta informasi yang akurat juga dilakukan?

Kalau ya, maka Liputan 6 Petang siap-siap menjadi teman santapan malam kita yang aktual, tajam, dan terpercaya. Karena, kalau tidak, maka tampaknya nilai lebih Liputan 6 Petang pun sebenarnya sangat tipis dibandingkan program informasi lain. Itu artinya, Liputan 6 Petang belum terlalu baik dibandingkan program yang lebih dulu popular. Dan berbicara popular, tentu dihadapkan soal TV Rating dan masa depan program itu sendiri. Siapkah bertahan di tengah pemirsa kita yang begitu pandai mengoperasikan remote control-nya?[TABLOID CITRA No. 329/VII/15 – 21 Juli 1996]